Journal 8.0 | July 2024
Ditulis oleh Muzzayin D.W., 16 July 2024


“Kesederhanaan, Totalitas, & Kopi Anjis”


Dalam Gambar : [1] Eka dengan atasan D.R.M Spencer Half-zip Waffle in Black

“Dengan kultur Indonesia yang cukup memperhatikan gelar secara khusus, Pendidikan itu sangat penting untuk menaikkan level kepercayaan diri.”

 

Dibesarkan di keluarga middle-class yang tinggal di sebuah kompleks perumahan yang berseblahan dengan “kampung”, Eka—diajarkan dari kecil untuk hidup cukup, bahkan di sekolah sekalipun, hingga SMA dia selalu mendapat rekor uang saku terkecil. Bukan karena tidak mampu, tapi pola pikir yang sederhana yang ditanamkan oleh orang tua, dan ini menjadi pedoman hidupnya yang juga diterapkan dalam pengembangan bisnis Kopi Anjis. 

Kopi Anjis yang saat ini mempunyai 2 cabang di Bandung (Bengawan & Cigadung)  tentunya bukan bisnis pertama yang dibuat Moehamad Satiadharma a.k.a Eka. Saat berkuliah S1 studi Teknik Industri di Itenas, Eka memulai karir bisnisnya dengan berdagang Sop Buah Gerobak di Lodaya. 

Setiap pagi buta, Eka harus ke pasar Caringin untuk belanja bahan jualan, kemudian mendorong gerobak pukul 8, dan berkuliah pukul 9. Saat itu Eka punya 1 pegawai untuk membantu dagangannya. Setelah kampus, barulah kembali berjualan dagangan gerobaknya. 

Tidak cukup dengan bisnis kaki lima yang dia buat di Semester 3 kuliah ini, sebelum menuntaskan kuliah S1nya, Eka membuat warung Bebek Setan yang terinspirasi dari Bebek Van Java. Singkatnya, Pagi-Sore jualan Sop Buah & Malamnya jualan Bebek. Dan ini dilakukan sambil menyelesaikan studi S1nya. 

“Dari dulu berdagang kaki lima itu gue banget, makanya menu di Kopi Anjis itu gak aneh-aneh, lebih ke menu-menu yang sederhana.”

Eksplorasi Eka dengan kesederhanaannya tidak berhenti disitu. Sebelum akhirnya fokus dengan pendidikan S2nya di SBM ITB, Eka bahkan sempat mencoba untuk bekerja sebagai kuli angkut di Batam. “Gue ini orangnya lemah, lemah mental, lemah fisik. Takut banget ga punya duit”. Hal ini lah yang memicu Eka untuk bekerja di bidang yang bisa dibilang rantai makanan paling bawah dalam pekerjaan & sosial. 8 Bulan bekerja sebagai kuli memberi Eka wawasan yang cukup luas, selain pembenaran fisik, eksplorasi ini memberinya kesempatan untuk bisa bicara dengan siapapun dan belajar menempatkan diri dimanapun. 

 

“Kalau punya gaji 1juta, kapasitas kita tuh cuman senilai 300ribu, 700ribu itu untuk ngeluapin emosi bos”

Sebelum menyelesaikan gelar MBAnya di Institut Teknologi Bandung, Eka melanjutkan karir di bidang marketing hingga menjadi kepala cabang Sumatra Utara di salah satu perusahan konsultan marketing ternama MARKPLUS.INC

Bekerja disana selama 4 tahun sejak semester 4 kuliah S2nya memberi Eka kesempatan untuk bertemu & belajar banyak dari orang-orang, termasuk menjadi Asisten Philip Kotler, penulis buku terkenal di dunia Marketing.

Bekerja sebagai pegawai mengajarkan Eka sebuah prinsip untuk bekerja secara profesional. Eka percaya bahwa atasan adalah orang yang punya hak atas segalanya untuk kita, bahkan jika harus dicaci untuk kesalahan yang tidak kita perbuat.

“Walaupun bukan lu yang buat salah, ya minta maaf. Bos lu lagi emosi, dia butuh luapin itu, jangan baper. Kalau emosi bos ga terluap, dia bisa jadi ga kreatif, kalau dia ga kreatif perusahaan bisa tutup, terus gue yang gaji siapa?”

 

Eka percaya bahwa perusahaan itu seperti bangunan. Kita ini berada dilantai bawah, dan kepala-kepala perusahaan berada di lantai teratas. Kita mungkin tau keadaan operasional, tau lokasi tempat sampah, tapi atasan kita mampu liat gedung yang jauh & badai yang akan datang yang tidak bisa kita lihat. 

Selain sebagai pemilik Kopi Anjis, dalam menjalani kesehariannya Eka juga berprofesi sebagai dosen di Universitas Logistik dan Bisnis Internasional sambil menyelesaikan disertasinya di Universitas Pendidikan Indonesia. Seperti yang sudah dicatatkan diawal, bagi Eka pendidikan itu penting untuk meningkatkan kepercayaan diri karena kultur Indonesia yang cukup memperhatikan gelar secara khusus. 
 
Eka mendirikan setiap bisnisnya dengan tegas. Hingga hari ini, Kopi Anjis yang berumur 10 tahun dapat bertahan karena dibangun diatas kedisiplinan dan totalitas Eka & Timnya, tentunya tidak lupa dengan kesederhanaan yang dia jaga.
 
 
 
 
SHOP FEATURED PRODUCT HERE
Journal 8.0 | July 2024
Ditulis oleh Muzzayin D.W., 16 July 2024


“Kesederhanaan, Totalitas, & Kopi Anjis”


Dalam Gambar : [1] Eka dengan atasan D.R.M Spencer Half-zip Waffle in Black

“Dengan kultur Indonesia yang cukup memperhatikan gelar secara khusus, Pendidikan itu sangat penting untuk menaikkan level kepercayaan diri.”

 

Dibesarkan dikeluarga middle-class yang tinggal disebuah kompleks perumahan yang berseblahan dengan “kampung”, Eka—diajarkan dari kecil untuk hidup cukup, bahkan disekolah sekalipun hingga SMA, dia selalu mendapat rekor uang saku terkecil. Bukan karena tidak mampu, tapi pola pikir yang sederhana yang ditanamkan oleh orang tua, dan ini menjadi pedoman hidupnya yang juga diterapkan dalam pengembangan bisnis Kopi Anjis. 

Kopi Anjis yang saat ini mempunyai 2 cabang di Bandung (Bengawan & Cigadung)  tentunya bukan bisnis pertama yang dibuat Moehamad Satiadharma a.k.a Eka. Saat berkuliah S1 studi Teknik Industri di Itenas, Eka memulai karir bisnisnya dengan berdagang Sop Buah Gerobak di Lodaya. 

Setiap pagi buta, Eka harus ke pasar Caringin untuk belanja bahan jualan, kemudian mendorong gerobak pukul 8, dan berkuliah pukul 9. Saat itu Eka punya 1 pegawai untuk membantu dagangannya. Setelah kampus, barulah kembali berjualan dagangan gerobaknya. 

Tidak cukup dengan bisnis kaki lima yang dia buat di Semester 3 kuliah ini, sebelum menuntaskan kuliah S1nya, Eka membuat warung Bebek Setan yang terinspirasi dari Bebek Van Java. Singkatnya, Pagi-Sore jualan Sop Buah & Malamnya jualan Bebek. Dan ini dilakukan sambil menyelesaikan studi S1nya. 

“Dari dulu berdagang kaki lima itu gue banget, makanya menu di Kopi Anjis itu gak aneh-aneh, lebih ke menu-menu yang sederhana.”

Eksplorasi Eka dengan kesederhanaannya tidak berhenti disitu. Sebelum akhirnya fokus dengan pendidikan S2nya di SBM ITB, Eka bahkan sempat mencoba untuk bekerja sebagai kuli angkut di Batam. “Gue ini orangnya lemah, lemah mental, lemah fisik. Takut banget ga punya duit”. Hal ini lah yang memicu Eka untuk bekerja di bidang yang bisa dibilang rantai makanan paling bawah dalam pekerjaan & sosial. 8 Bulan bekerja sebagai kuli memberi Eka wawasan yang cukup luas, selain pembenaran fisik, eksplorasi ini memberinya kesempatan untuk bisa bicara dengan siapapun dan belajar menempatkan diri dimanapun. 

 

“Kalau punya gaji 1juta, kapasitas kita tuh cuman senilai 300ribu, 700ribu itu untuk ngeluapin emosi bos”

Sebelum menyelesaikan gelar MBAnya di Institut Teknologi Bandung, Eka melanjutkan karir di bidang marketing hingga menjadi kepala cabang Sumatra Utara di salah satu perusahan konsultan marketing ternama MARKPLUS.INC

Bekerja disana selama 4 tahun sejak semester 4 kuliah S2nya memberi Eka kesempatan untuk bertemu & belajar banyak dari orang-orang, termasuk menjadi Asisten Philip Kotler, penulis buku terkenal di dunia Marketing.

Bekerja sebagai pegawai mengajarkan Eka sebuah prinsip untuk bekerja secara profesional. Eka percaya bahwa atasan adalah orang yang punya hak atas segalanya untuk kita, bahkan jika harus dicaci untuk kesalahan yang tidak kita perbuat.

“Walaupun bukan lu yang buat salah, ya minta maaf. Bos lu lagi emosi, dia butuh luapin itu, jangan baper. Kalau emosi bos ga terluap, dia bisa jadi ga kreatif, kalau dia ga kreatif perusahaan bisa tutup, terus gue yang gaji siapa?”

 

Eka percaya bahwa perusahaan itu seperti bangunan. Kita ini berada dilantai bawah, dan kepala-kepala perusahaan berada di lantai teratas. Kita mungkin tau keadaan operasional, tau lokasi tempat sampah, tapi atasan kita bisa liat gedung yang jauh & badai yang akan datang yang tidak bisa kita lihat. 

 

 
Selain sebagai pemilik Kopi Anjis dalam menjalani kesehariannya, Eka juga berprofesi sebagai dosen di Universitas Logistik dan Bisnis Internasional sambil menyelesaikan disertasinya di Universitas Pendidikan Indonesia. Seperti yang sudah dicatatkan diawal, bagi Eka pendidikan itu penting untuk meningkatkan kepercayaan diri karena kultur Indonesia yang cukup memperhatikan gelar secara khusus. 
 
Eka mendirikan setiap bisnisnya dengan tegas. Hingga hari ini, Kopi Anjis yang berumur 10 tahun dapat bertahan karena dibangun diatas kedisiplinan dan totalitas Eka & Timnya, tentunya tidak lupa dengan kesederhanaan yang dia jaga.
 
 
 
 
SHOP FEATURED PRODUCT HERE